Senin, 23 November 2015

Inkulturasi Musik Gereja

Musik gereja adalah musik yang berkembang di kalangan Kristen (juga pada zaman sebelum kekristenan), terutama dilihat dari penggunaannya dalam ibadah gereja. Sebenarnya musik di gereja merupakan ungkapan isi hati orang percaya (Kristen) yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama secara harmonis, yang dikemas dalam bentuk lagu dan nyanyian. Sama dengan musik secara umum, mempunyai dua unsur musik yaitu vokal dan instrumental. Kedua unsur tersebut harus diperhatikan dan secara khusus dalam bermusik di gereja dengan makna teologis dan berkenan dengan iman umat, dua hal itu sangat penting untuk disajikan secara tepat agar umat mampu menghayati imannya dengan bantuan musik. 

Musik dengan bergulirnya waktu pastilah akan terus berkembang dan akan muncul berbagai genre, hal ini sama halnya jika kita mengikuti perkembangan musik yang ada di dalam gereja pada saat ini. Lagu yang terus berkembang di gereja pada ini adalah lagu kontemporer dan ternyata hal ini tidak hanya muncul pada gereja kharismatik saja tetapi juga terjadi pada gereja Injili ataupun Reformed. Hal ini bisa kita sebut sebagai suatu tren, tetapi kita bisa memandangnya juga sebagai sesuatu yang alamiah. 

Pasti timbullah sebuah pertanyaan, mengapa lagu kontemporer (yang usianya belum mencapai 50 tahun) dan bukannya lagu himne (yang usianya sudah mencapai 100 tahun atau bahkan lebih)? Sebenarnya sangatlah sederhana jawaban dari pertanyaan itu, kembali lagi pada sejarah musik gereja, memang keadaan masyarakat gereja tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya setempat. Dahulu orang Kristen hanya mengenal musik dan lagu pujian hasil karya bangsa Barat, namun setelah terjadi banyak kebangunan rohani dan setiap orang Kristen, terlebih lagi di Indonesia, mulai menggubah lagu-lagu pujian yang indah dan yang dirasa cocok dengan budaya, pengalaman dan yang mudah mereka serap. Menurut saya “Why not?”, hal ini boleh saja asal benar, indah, cocok dan saya percaya musiknya pun akan tersaring sendiri dengan situasi jemaat. 

Muncul sebuah pertanyaan kembali, apakah nantinya lagu himne akan ditinggalkan? Menurut pengamatan saya tidak. Himne yang bagus dan liriknya benar serta memiliki tune (Hymn Tune;Pada ilmu Hymnology) yang dapat beradaptasi dengan jaman, tidak akan ditinggalkan. Serta himne pun juga merupakan gabungan dari unsur musik, sastra, dan theologi (pengajaran Alkitab). Contoh lagu himne yang masih bertahan: “What a Friend We Have In Jesus”. Buktinya kita masih dapat mendengar aransemen barunya yaitu lagu himne yang lama dipadukan dengan style lagu kontemporer, bahkan saya memiliki yang diaransemen menjadi sebuah musik jazz. Karena himne lama akan menjadi sebuah lagu yang baru asalkan kebenaran teologi masih mampu menjadi bahasa komunikatif antara generasi muda dengan Tuhan. Tetapi saya juga tetap memberikan kewaspadaan terhadap setiap aransemen yang ada karena takutnya fokus jemaat tidak mengarah lagi kepada lirik atau teks lagu tetapi kepada aransemen musiknya, yang memang dapat menghiburkan telinga dan hati jemaat dan hal ini sangat riskan sekali. Jadi kita tetap harus berhati-hati di dalam mengaransemen sebuah lagu terlebih lagi terhadap lagu himne.

Saran saya bagi rekan-rekan sekalian yang memang ingin menciptakan sebuah lagu baru, contohlah dari lagu-lagu Himne yang hingga saat ini masih tetap bertahan, janganlah mencontoh lagu kontemporer yang memang terbukti umurnya tidak akan panjang. Menurut Karl Edmund Prier SJ (Societas Jesu), lagu gereja harus dibuat sungguh-sungguh sehingga dapat digunakan untuk membantu umat berdoa. Ia prihatin melihat perkembangan lagu-lagu baru. Ia juga mengamati bahwa kini banyak pencipta lagu rohani yang terpengaruh dengan budaya lagu-lagu pop di televisi sehingga mereka membuat lagu gereja yang ngepop dan mereka merasa bahwa lagu-lagu tersebut sesuai dengan selera anak-anak muda. Saya setuju dengan pendapat Karl bahwa pencipta lagu harus menyadari bahwa jemaat pergi ke gereja untuk mencari jawaban dari Tuhan atas segala permasalahan di hidupnya dan kondisi itu sangatlah berbeda pada saat seseorang duduk di depan televisi dengan motivasi mencari hiburan, maka lagu gereja yang baik harus mempertimbangkan lirik dan nada yang dapat membantu umat berdoa.

Demikianlah hal yang dapat saya tuliskan, memang sangatlah banyak yang bisa dibicarakan mengenai musik di dalam gereja. Kiranya melalui tulisan ini dapat membuka dan menambahkan wawasan, terlebih lagi dapat memperbaiki bahkan merubah pemikiran kita di dalam mengaransemen sebuah lagu rohani. Terus berkarya di dalam Tuhan melalui musik yang kita miliki di dalam diri kita masing-masing. TuhanYesus memberkati.

Jangan membuat setiap jemaat mengetukkan kaki atau tangannya tetapi berilah ketukan kepada setiap hati jemaat agar mereka dapat lebih dekat kepada Tuhan melalui sebuah lagu yang kau mainkan.
(Welly W.)

Seni Pertunjukkan Yang Baik

Apakah kamu merasa bahwa kamu bernyanyi lebih baik di kamar mandi daripada di kelas? Lebih percaya diri? Dengan nada yang lebih baik, bernapas lebih dalam dan lebih kaya resonansi? Apakah segala sesuatu tampaknya bekerja dengan baik ketika kamu sendiri? Itu adalah reaksi yang sangat umum. Bernyanyi untuk orang lain memperkenalkan dimensi baru untuk produksi vokal yang harus ditambahkan kepada mereka, seperti yang kita gunakan dalam bernyanyi hanya untuk diri sendiri tanpa ada orang lain. Elemen baru ini dapat diringkas dalam fakta bahwa ketika kita bernyanyi untuk orang lain, kita sedang melakukan pertunjukkan. Ketika orang lain mendengarkan, kita sadar bahwa kita mengkomunikasikan sesuatu kepada mereka dengan nyanyian kita. 

Menyadari hal ini dapat membawa kita lebih gugup, untuk sementara waktu. Ketegangan tersebut dapat dikendalikan dengan mengakui bahwa tekanan dari respon penonton dapat diubah untuk keuntungan kita. Tekanan tersebut dapat membuat kita bekerja lebih keras untuk mengontrol apapun yang menyebabkan respon negatif dari pendengar kita, seperti diksi, nada rusak, artikulasi tidak jelas, ungkapan canggung, atau beberapa masalah vokal tertentu lainnya. 

4 karakteristik sukses mempertunjukkan:
  1. Motivasi kesungguhan kita jelas
  2.  Kita tunjukkan kepercayaan diri kita melalui keterampilan teknis 
  3. Tidak berdasarkan tekanan 
  4. Bernyanyi atau bermain musik untuk berkomunikasi
Jika kita sudah memiliki semua karakteristik ini, kita akan diakui sebagai percaya diri, pemain berpengalaman. Teruslah berlatih dari langkah menuju ke langkah-langkah yang lebih produktif di dalam pelatihan suara dan juga biasakan untuk dapat menganalisa cara kita bernyanyi secara obyektif.idak mudah untuk mengevaluasi pertunjukkan dengan bermakna. Seperti kata “baik”, “indah”, “miskin”, atau “burukbenar-benar tidak mengatakan banyak secara spesifik yang membentuk pertunjukkan, dan mereka sedikit membantu ketika kita ingin mengevaluasi hal-hal tertentu yang dapat kita dilakukan. Ketika kita tidak mendengar diri kita sendiri seperti orang lain mendengarkan kita, evaluasi diri akan sulit. 
Berikut adalah beberapa teknik berdasarkan selfdiscipline yang telah terbukti cara yang efektif untuk mengevaluasi kinerja pribadi:
  1. Dengarkan dengan sungguh-sungguh 
  2. Obyektif 
  3. Bandingkan
  4. Ingat
Evaluasi diri akan menjadi lebih efektif bila kita melihat dari beberapa komponen tentang bernyanyi, karena komponen ini sangat penting dan akan mempengaruhi “apa yang terjadi” ketika kita bernyanyi. Seperti beberapa alat pada sebuah mobil, agar kita dapat mengendarainya dengan mulus, semua komponen/bagian terus bekerja bersama-sama dengan baik:
  • Komponen vokal 
  1. Kontrol napas
  2. Kualitas nada
  3. Akurasi vokal dan diftong
  4. Konsonan
  5. Teknik Legato
  6. Pengendalian masalah vokal tertentu 
  • Komponen musik
  1. Akurasi ritme
  2. Ketajaman nada dan interval
  3. Kompetensi dalam menggunakan partitur 
  4. Penyampaian makna musik 
(Welly W., 2014 - STT Aletheia)